Penguasaan Kata-Kata Bersinonim Dalam Menyusun Kalimat Efektif Pada Siswa

Berikut ini kami bagikan Laporan Penelitian Tindakan Kelas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia judul Penguasaan Kata-Kata Bersinonim Dalam Menyusun Kalimat Efektif Pada Siswa, semoga bisa menjadi referensi. Seperti apa bentuk dan isi Laporan Penelitian  Tindakan Kelas Tersebut  ?
Penguasaan Kata-Kata Bersinonim Dalam Menyusun Kalimat Efektif Pada Siswa
Penguasaan Kata-Kata Bersinonim Dalam Menyusun Kalimat Efektif Pada Siswa

PENGUASAAN KATA-KATA BERSINONIM DALAM MENYUSUN KALIMAT EFEKTIF PADA SISWA KELAS …………………………………………
TAHUN 2002/2003

KARYA ILMIAH

OLEH
…………………………..
NIP: ………………………….

DINAS PENDIDIKAN ……………………….
………………………………………..
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan ……………………….. hasil karya dari:

Nama : ………………….
NIP : ………………………….
Unit Kerja : …………………………………………………
Judul : Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif Pada Siswa Kelas ………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003.

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.

      Mengetahui
Ketua PD PGRI II                                                   Kepala ………………
           Kabupaten ……………………                                …………………
     

…………………………………..                                     ………………...
         NPA: ……………                                        NIP: ……………..
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan ……………………………………..

Pada Hari : ……………………
Tanggal : ……………………




                 Perpustakawan                                                               Kepala
   …………………………..                               ………………….
            Kabupaten …………………..                       Kabupaten ……
 

    ……………………..                           ……………………………….
              NIP:…………….              NIP: ………………




KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah dengan judul “Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif  Pada Siswa Kelas ………………………… Tahun Pelajaran 2002/2003”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan ……………………………….
2. Yth. Ketua PD II PGRI …………………………………….
3. Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………………….
4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.                    
Penulis

ABSTRAK

………………………., 2003. Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif  Pada Siswa Kelas ……………………………………. Tahun Pelajaran 2002/2003


Kata Kunci: penguasaan kata bersinonim, kalimat efektif


Penguasaan kalimat bersinonim pada siswa sekolah dasar pada dasarnya adalah untuk membentuk kalimat efektif yang sederhana. Dengan tingkat kemampuan dan usia pada anak sekolah dasar ternyata hasil temuan penelitian mereka sudah mampu membentuk kalimat efektif yang sederhana.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penguasaan siswa tentang perbedaan makna dasar dan makna tambahan, bagaimanakah penguasaan siswa tentang perbedaan rasa, dan bagaimanakah penguasaan siswa tentang distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah siswa mampu menguasai perbedaan makna dasar dan makna tambahan. Siswa mampu menguasai perbedaan nilai rasa. Siswa mampu  menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul     i     
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iv
Abstrak v
Daftar Isi vi
BAB I       PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  Masalah 1
B. Rumusan Masalah  4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Kegunaan Penelitian  5
E. Hipotesis 6
BAB      II       KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Sinonim 8
B. Proses Sinonim  11
C. Perbedaan Makna Kata Bersinonim 13                             
D. Pengertian Kalimat Efektif  15
E. Syarat-syarat Kalimat Efektif  16
F. Hubungan Sinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif  21

BAB     III      METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian  22
B. Populasi dan Sampel  22
C. Sumber Data Instrumen Penelitian  23
D. Teknik Penelitian  31
BAB     IV      HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data  38
BAB     V      PENUTUP
A. Kesimpulan 47
B. Saran-saran 48
DAFTAR PUSTAKA 50

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu kebanggaan nasional, bahasa Indonesian harus selalu dibina dan dikembangkan sesuai dengan situasi zaman. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dapat dilakukan secara formal, informal, dan non formal. Berkaitan dengan hal tersebut, pengajaran bahasa Indonesia di sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bentuk usaha pembinaan dan pengembangan bahasa, dilakukan melalui jalur formal. Dengan pengajaran tersebut, diharapkan siswa tidak hanya mengetahui terori bahasa, melainkan benar-benar mampu berbahasa baik dan benar.
Kata-kata bersinonim dapat berupa kata, kelompok kata, frase, atau kalimat. Mesikipun demikian yang dianggap sinonim hanya kata-kata saja. Sering dijumpai bentuk menanti digunakan secara bergantian dengan bentuk menunggu, bentuk meninggal dunia dena bentuk wafat, tewas, mati dan gugur, bentuk mengimbau dengan bentuk mengajak, mengharap, dan sebagainya. Ketepatan bentuk mengajak, mengaharap, dan sebagainya. Ketepatan menggunakan kata-kta bersinonim dalam kegiatan berbahasa, baik secara lisan maupun tertulis, turut menentukankejelasan, ketepatan, dan kesatuan suatu gagasan yang disampaikanolehpenutur maupun informsi yang diterima olehpenanggap. Apabila kosa kata memadai, maka komunikasiakan mengalami hambatan.  Oleh karena itu penguasaan kosa kata sangat penting dalam kegiatan berbahasa. Penggunaan sinonim adalah kemampuan yang termasuk dalam lingkup penguasaan kosa kata. Jadi dengan munculnya kata-kata bersinonim akan membawa manfaat. Sehubungan dengan manfaat sinonim, Aminuddin (1988: 119). Berpendapat bahwa dalam kegiatan mengarang maupun penataan gaya bahasa dalam ujaran sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa kata yang lebih sesuai dengan konteks, tanpa mengubah gagasan, (2) mengadakan variasi dalam kegiatan kosa kata, sehingga ujaran, maupun karangan yang ditampilkan lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab dengan penanggap, dan (4)  membuka peluang bagi pengarang maupun penutur untuk menyusun paparan lebih memberikan kesan akademis, maupun porfesional.
Menyusun kalimat efektif memerlukan syarat-syarat tentang pemilihan kata yang berkaitan dengan kata-kata yang bersinonim, yaitu (1) tetap, (2) sekasama (sesuai), dan (3) lazim (Soedjoto, 1988: 1). Syarat tepat berkaitan dengan situasi, misalnya dengan siapa kita berbicara, dimana, kapan, dan sebagainya. Seksama (sesuai) berkaitan dengan distribusi, yaitu penggunakan kata tugas yang bersinonim, misalnya untuk, bagi, buat, demi, dan sebagainya. Adapun lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa maupun distribusi.
Sehubungan hal itu Abdul Razak (1988: 7) mengatakan bahwa kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya yang pada umumnya terdiri dari kata harus menempati yang jelas dalam hubungannya satu sama lain. Kata-kata itu pasti diurutkan aturan-aturan yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang apalagi yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Pemakai bahasa itu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakai bahasa yang mengidahkan syarat-syarat kalimat efektif cenderung menggunakan kalimat yang sederhana, mudah dipahami pembaca, serta dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara cepat.
Menurut Tarigan, (1985: 80), tujuan pengajaran sinonim antara lain (1) membantu siswa dalam menelaah kosa kata, (2) menjadi wahana yang praktis dan efektif untuk menyampaikan gagasan-gagasan umum, serta untuk melihat hubungan antar kata-kata yang sama atau yang mirip.
Di sisi lain Gorrys Keraf (1981: 2) berpendapat bahwa dalam pengajaran komposisi siswa kurang mampu menguasai kata. Akibatnya siswa kurang mampu menguasai kata.akibatnya siswa tidak dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tepat. Kalimat-kalimatnya sering tidak mampu mengembangkan  idenya secara teratur dan berkisambungan. Kelemahan lain yang menyebabkan ketidakmampuan siwa dalam berbahasa adalah, (1) adanya pengajar non bahasa yang tidak benar, (2) metode pengajaran bahasa lebih menekankan penguasaan kaidah-kaidah gramatikal dan bukan latihan kemahiran, dan (3) karena situasi kebahasaan yang terlalu tidak menguntungkan anak didik untuk pengajaran bahasa Indonesia secara efektif, menjadikan beban tugas pengajaran bahasa Indonesia dirasakan berat tentang penguasan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

B. Rumusan Masalah
Secara operasional, lingkup masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ……………………………..Tahun pelajaran 2002/2003 tentang makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?
2. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ………………………………………. Tahun pelajaran 2002/2003 tentang nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?
3. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 tentang distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran objektif tentang penguasaan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas ……………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan memperoleh:
a. Deskripsi tentang penguasaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas …………………………….Tahun pelajaran 2002/2003.
b. Deskripsi tentang penguasaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas ………………………………….Tahun pelajaran 2002/2003.
c. Deskripsi tentang penguasaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas ………………………………Tahun pelajaran 2002/2003

D. Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil penelitian inidapat membuahkan beberapa manfaat seperti berikut:
1. Bagi siswa, hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu menguasai kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, sehingga dapat menerapkan baik secara lisan maupun tulisan.
2. Hasil penelitian ini bagi guru diharapkan dapat membuahkan atau memberikan gambaran tentang penguasaan kata-kata bersinonim siswa kepada para guru, sehingga mereka akan lebih mudah dan cermat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya demi peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah.
3. Hasil penelitian ini bagi kepala sekolah diharapkan dapat sebagai alat untuk mengadakan supervisi kepada para guru, sehingga akan membantu meningkatkan mutu pendidikan.
4. Hasil penelitian ini bagi pengajaran diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiaran terhadap pembinaan dan pengembangan, terutama dalam bidang penguasaan kata-kata bersinonim, yang ditempuh melalui jalur formal.

E.  Hipotesis
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah. Dia akan ditolak jika faktor-faktornya membenarkannya (Hadi, 1984: 63). Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut:
a. Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.
b. Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.
c. Siswa kelas ……………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.
3. Kriteria Hipotesis
Penerimaan atau penolakan hipotesis ditentukan berdasarkan kriteria penelitian sebagai berikut:
a. Siswa kelas …………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang disediakan.
b. Siswa kelas ………………………………. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang disediakan.
c. Siswa kelas …………………………………. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang disediakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Sinonim
Menurut Gorys Keraf (1991: 34-35), sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama. Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya sinonim. Tiap kata mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan, walaupun ada ketumpang tindihan antara satu kata dengan kata yang lain. Ketumpangtindihan inilah yang membuat orang menerima konsep sinonim sebagai dikemukakan di atas. Di samping itu, konsep ini juga diterima untuk tujuan praktis guna mempercepat pemahaman kata-kata lama yang sudah dikenal. Dengan demikian, proses perluaswan kosa kata seseorang juga akan berjalan lebih lancar. Walaupun ada penolakan mengenai adanya sinonim ini, da juga ahli yang berpendirian bahwa bagaimana tetap ada kata-kata yang benar-benar sinonim. Kesinoniman kata dapat diukur dasri dua kriteria yaitu (1) kedua kata ini disebut sinonim total, dan (2) kedua kata itu memiliki identitas makna kognitif dan emotif yang sama, hal ini disebut sinonim komplet. Dengan kriteria tersebut masih diterima bahwa kata manipulasi bersinonim dengan kecurangan, pengelapan, spekulasi. Namun kedua kata atau lebih dari kata-kata  bersinonim tersebut tidak ada sinonim total dan sinonim kompletnya. Demian pula pada kata stabil bersinonim dengan kata mantap, kuat , tak goyah, dan kukuh, juga tidak ada atau tidak terdapat sinonim total atau komplet.
Lebih lanjut ditegaskan oleh Gorys Keraf (1980: 130) bahwa sejumlah kata yang bersinonim tersebut bentuknya dapat berbeda, tetapi artinya sama. Misalnya ada bentuk baku dan kitab yang mempunya makna sama. Pengertian sama di sini tidak terlalu mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada dua kata yang sama betul artinya. Kalau mengambil contoh tersebut di atas, maka seandainya kata buku dan kitab benar-benar sinonim, dalam arti sama betul artinya maka di mana-mana keduanya harus selalu dapat bertukar tempat. Tetapi kenyataannya dalam pemakaian sehari-hari ada diferensiasinya. Tatabuku tidak dapat diganti dengan tatakitab, pelajar memegang buku tidak dapat diganti dengan memegang kitab. Jadi dalam penggunaan sehari-hari sudah ada diferesiasi, tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang mutlak.
Harimurti Kridalaksana (1982: 154) mengatakan bahwa sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya sama atau mirip dengan bentuk lain. Kesamaan atau kemiripan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, frase, atau kalimat. Dalam perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia seperti halnya dalam bahasa lain, kesinoniman mutlak atau simetris itu tidak ada, sebab kata-kata yang digunakan jarang dapat dipertukarkan begitu saja. Tiap bahasa tunduk pada konteks yang melingkupinya. Hal ini berarti dalam sebuah konteks bisa muncul kata sinonim atua sebaliknya bisa juga mengubah bentuk kata yang semula besinonim menjadi tidak bersinonim lagi. Sinonim bisa juga dikatakan sebagai kata yang mempunyai denotasi makna yang sama, tetapi berbeda konotasinya. Dengan demikian, sinonim merupakan bentuk kata yang saling berbeda tetapi mengandung pengertian dasar yang sama (Tarigan, 1985: 78).
Menurut Soedjoto (1989: 96), sinonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama misal (1) sinonim yang sama maknanya terdapat pada; sudah-telah, sebab-karena, amat-sangat dan sebagainya, (2) sinonim yang hampir sama maknanya, yaitu kata untuk-bagi-buat-guna, cinta-kasih-sayang, mengerling-memandang-menatap, dan sebagainya. Kata-kata bersinonim seperti pada contoh tersebut, maknanya benar-benar sama. Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kata bersinonim yang memiliki kesamaan arti secara mutlak atau simetris seratus persen. Meskipun sedikit ada bedanya, perbedaan itu antara lain (1) makna dasar dan makna tambahan, (2) nilai rasa (makna emotif), dan (3) distribusinya.
Dari kelima pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian sinonim yaitu dua atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama sesuai dengan konteks yang mengikutinya, contoh:
1) Saya suka menonton wayang kulit.
                       melihat
                       memandang
                       mengawasi
2) Penataran-penataran itu sangat bermanfaat-bagi
                                                     untuk para guru bahasa Indonesia
                                                      guna
Pada contoh diatas kata menonton lebih tepat dari pada melihat, sebab wayang kulit merupakan tontonan, kata bagi dan untuk dapat saling menggantikan. Kata buat dapat menggantikan kata bagi dan untuk, tetapi kurang tepat sebab kata buat bisa dipakai dalam bahasa tutur (Soedjito, 1988: 3).

B. Proses Kesinoniman
Gorys Keraf (1991: 34-35) mengatakan bahwa sinonim tidak dapat dihindari dalam sebuah bahasa. Pertama terjadi karena proses serapan. Pengenalan dengan bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-ata baru, yang sebenarnya sudah ada padanya dalam bahasa sendiri. Dalam bahasa Indonesia sudah ada kata hasil, masih menerima kata prestasi atau produksi, sudah ada kata jahat dan kotor masih menerima kata maksiat, sudah ada kata karangan, masih menggunakan kata artikel, makalah, atau esai. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya sinonim adalah adanya makna emotif, dan makna evaluatif. Kata ekonomis – irit – hemat, dara – gadis – perawan, meninggal – mati – gugur – wafat – mangkat dan sebagainya.
Di sisi lain, Aminuddin (1988: 116: 117) menggunakan lima cara untuk menentukan terjadinya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Seperangkat sinonim mungkin merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialek berbeda-beda. Kata kakang dan cacak dalam bahasa Jawa dialek Surabaya, memiliki terjemahan dalam bahasa Indonesia Kakak. Tetapi apabila dalam setiap dialek masing-masing kata tersebut memiliki makna dasar yang berbeda, maka kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai sinonim.
2. Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam konteks pemakaian, ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara leksikal merupakan sinomin dalam konteks pemakaian saya nanti bisa datang dan saya nanti dapat datang tetap pula dianggap sinonim, sewaktu berada dalam konteks pemakaian. Bisa ular itu berbahaya, kata itu tidak dapat lagi sinonim.
3. Suatu kata apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin akan menunjukkan karakteristik tersendiri, meskipun dalam pemakaian sehari-hari semula dianggap demikian, misalnya dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, mengamati dan meneliti, serta antara mengusap dan membelai. Apabila hal ini terjadi, maka kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata yang berdiri sendiri.
4. Suatu kata yang semula memiliki kolikasi sangat ketat misalnya antara kopi dengan minum, kuncup dengan kembang, maupun pohon dengan batang, sering kali dipakai secara tumpang tindih. Hal ini tentu saja tidak benar, karena masing-masing kata jelas memiliki cirri makna sendiri-sendir. Oleh sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat mengakibatkan salah pengertian.
5. Akibat kekurangtahuan terhadap nilai suatu kata maupun kelompok kata, sering kali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim, misalnya antara bentu kembali ke pangkuan Illahi dengan meninggalkan dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan, serta antara gambaran dengan bayangan.

C. Perbedaan Makna Kata Bersinonim
Menurut Soedjito (1989: 7-12) perbedaan nuasa makna kata-kata bersinonim dapat dilihat pada (1) perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) perbedaan distribusinya. Kata melihat, misalnya, kika disinonimkan dengan kata menoleh, menatap, dan memandang, maka kata melihat adalah kata yang memiliki makna dasar, yaitu melakukan suatu kegiatan dengan indera mata. Sedangkan menoleh mempunyai makna tambahan yaitu melihat dengan dekat, teliti atau dengan mengamati. Demikian pula untuk memandang, makna yang terkandung dalam kata itu adalah melihat dari jauh atau melihat sesuatu yang jauh dari pandangan indera mata. Kata-kata bersinonim seperti menoleh, menatap, dan memandang dapat dilihat perbedaannya berdasarkan makna dasar (inti dan makna tambahan, makna dasar itu bersifat khusus (lebih sempit), sedangkan makna tambahan bersifat umum (lebih luas). Makna dasar itu bersifat khusus, makin umum makin makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya makin khusus makin makin jelas dan tepat. Jadi jelas terlihat kata-kata bersinonim di atas mengandung makna dasar melihat. Makna dasar melihat ini terangkum dalam makna menoleh, menatap, dan memandang. Perbedaan kata-kata bersinonim tersebut terletak pada cara melakukannya.
Selain makna kata, suatu bentuk dapat mengandung suatu nilai rasa yang tertentu. Disamping arti dasar tiga belas yaitu bilangan bulat sesudah dua belas, orang merasakan nilai rasa kesialan, kecelakaan dan lain-lain. Makna kata cerewet ialah banyak bicara  tidak pada tempatnya, tidak bisa Manahan mulut, tetapi di samping itu menimbulkan nilai rasa menjengkelkan dan rasa bosan pada kit. Kata bodoh dan tolol mempunyai makna yang sama, namum kata tolol memberikan suatu nilai rasa lain yaitu penghinaan. Kata bangkai, mayat, dan jenazah mempunyai makna yang sama yaitu ketiganya menunjukkan benda yang bernyawa yang telah mati. Tetapi kata bangkai hanya cocok untk menyatakan atau menunjukkan pada binatang. Sedangkan mayat, berlaku bagi manusia dengan status sosial yang rendah, misalnya gelandangan atau pengemis. Dan kata jenazah lebih tepat digunakan untuk manusia yang berstatus sosial menengah ke atas.
Nilai rasa itu bergantung dari tiap masyarakat bahasa yang bersangkutan. Mungkin suatu kata yang sama akan menerbitkan nilai rasa yang beralainan pada dua masyarakat bahasa yang berbeda. Juga nila rasa itu bergantung pula dari zamannya. Dahulu kata perempuan memberi nilai rasa yang baik, sekarang nilai rasanya sudah tidak baik lagi (Keraf, 1980: 131).
Selain itu, perbedaan nuansa makna dapat dikaji berdasarkan kontribusinya. Soedjito menenkankan pada kesanggupan sebuah bentuk kata sinonim untuk didistribusikan dalam konteks yang sama. Kata sudah dan telah  misalnya, keduanya saling bersinonim, jika didistribusikan dalam kalimat makan sudah minum belum. Kata sudah tidak dapat menggantikan kata telah, sebab kalimatnya tidak mungkin makan lelah minum belum. Demikian juga untuk kata besinonim untuk – bagi – guna – buat. Kalimat Ibu membeli buku guna Rina atau Ibu membeli buku bagi Rina. Kalimat lain yang lebih tepat adalah Ibu membeli buku buat Rina. (Soedjito, 1989: 7-8).

D. Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat dikatakan efektif jika mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung dengan sempurna. Kalimat yang efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran si penerima (pembaca), persis seperti apa yang disampaikan (Razak, 1990: 2).
Gorys Keraf (1989: 36) mengatakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan, perasan pembicara yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca, seperti yang diperkirakan oleh pembaca atau penulis.
Pendapat lain mengatakan bahwa kalimat efektif harus memiliki ciri-ciri gramatikal, pilihan kata, penalaran, dan keserasian (kesesuaian) (Soedjito, 1988: 1-8).
Sehubungan dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadi adanya kesatuan arti. Sebaliknya kalimat yang strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan merupakan pernyataan yang kosong.

E. Syarat-Syarat Kalimat Efektif
Menurut Soedjito, syarat-syarat kalimat efektif yaitu (1) memiliki ciri gramatikal, (2) pilihan kata, (3) penalaran, dan (4) keserasian (1988: 1-8).
1. Ciri-ciri Gramatikal
Dalam menyusun kalimat efektif harus diperhatikan ciri-ciri gramatikal. Untuk membangkitkan kalimat yang efektif tentu perlu dikenal dan dipahami dasar struktur bahasa. Pengetahuan itu penting bukan saja sekedar untuk menghindari kemungkinan terjadinya kejanggalan atau penyimpangan dan menimbulkan berbagai efek yang menampakkan diri dalam bentuk kekacauan bahasa, akan tetapi juga Karena berfungsi kreatif. Maksudnya agar bisa memproduksi kalimat yang berarti sebanyak yang diperlukan guna membahas berbagai bentuk pengalaman jiwa (Razak, 1990: 56). Untuk itu kalimat efektif harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa.
Contoh:
- Hari ini Mardian mau pergi Jakarta.
- Hari ini Mardian mau pergi ke Jakarta.
Dari contoh kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor (1) merupakan kalimat efektif yang tidak mengikuti kaidah-kaidah bahasa (tidak gramatikal), mengapa demikian? Karena nama kota atau keterangan tempat harus diatas kata depan. Berkaitan dengan contoh di atas kata depan yang tepat adalah ke. Sebaliknya kalimat nomor (2) merupakanl kalimat erektif yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa (gramatikal). Namum kalimat efektif yang sudah mengikuti kaidah-kaidah bahasa mungkin belum tentu kalimat efektif.
2. Pilihan Kata
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupa sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketapatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya.
Apakah bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung maksud penulis, atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan tambahan? Demikian pula masalah makna yang tepat meminta pertahatian penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna tiap kata dasri waktu ke waktu, karena makna kata dapat mengalami perkembangan, sejalan dengan perkembangan waktu (Keraf, 1991: 87).
Menurut Soedjito (1988: 1) untuk menyusun kalimat efektif harus dipilih kata-kata yang tepat, sesuai (seksama), dan lazim. Syarat tepat berkaitan dengan situasi, misalnya dengan siapa orang berbicara, di mana, kapan, dan sebagainya. Sesuai (seksama) berkaitan dengan distribusi, yaitu penggunaan kata-kata tugas lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa (makna emotif), maupun distribusinya.
3. Penalaran
Penggunaan kaidah bahasa dan pilihan kata (diksi) yang tepat belum menentukan bahwa kalimat itusudah efektif. Kefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran yang logis. Kalimat logis (kalimat yang masuk akal) dapat dipahami dengan mudah, cepat, dan tepat serta tidak menimbulkan salah paham, misalnya:
a. Kalimat tidak logis
- Naik sepeda harap turun
b. Kalimat logis
- Pengendara sepeda diharap turun.
Dari contoh kalimat diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor (a) merupakan kalimat tidak logis, karena tidak menunjukkan hubungan antara subyek dan predikat. Sebaliknya nomor (b) merupakan kalimat yang logis, karena hubungan antara subyek dan predikat sudah jelas.
c. Waktu kami persilahkan
d. Dirgahayu Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bandingkan dengan kalimat;
e. Bapak Kepala Sekolah kami persilahkan
f. Waktu kami serahkan kepada Bapak Kepala Sekolah.
g. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia.
h. Dirgahayu Negara Republik Indonesia.
Pada kalimat nomor (c) dan (d) tidak logis. Ketidaklogisannya terlihat pada hubungan subyek dan predikatnya. Pada kalimat nomor (c) yang dipersilahkan oleh pembawa acara bukanlah waktu, melainkan mungkin Bapak Kepala Sekolah, Bapak Camat, atau yang lainnya dan apa yang diserahkan kepada Bapak Kepala Sekolah, jawabnya waktu. Jadi yang dipersilahkan oleh pembawa acara tentu saja orang, bukan waktu. Dan untuk kalimat nomor (d) orang boleh mengatakan seruan “Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 60”, tetapi tidak mengucapkan seruan “Semoga panjang umur (dirgahayu) Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 60”.


4. Keserasian atau Kesesuaian
Efektif tidaknya suatu bahasa ditentukan juga oleh faktor keserasian atau kesesuaian yaitu serasi dengan pembicara dan penulis, dan cocok dengan pendengar atau pembaca serta serasi dengan situasi dan kondisi bahasa itu digunakan (Soedjito, 1988: 8).
Sehubungan dengan itu, Abdul Razak (1990: 9), mengatakan bahwa syarat-syarat kalimat efektif adalah (1) keutuhan, (2) pertautan, (3) pemusatan perhatian, dan (4) keringkasan. Ciri keutuhan itu akan nyata jika tiap kata di dalam kalimat yang baik, betul-betul merupakan bagian yang terpadu untuk seluruh kalimat. Keutuhan kalimat misalnya, dirusak oleh ketiadaan subyek atau oleh adanya kerancuan.pertautan berkenaan dengan tata hubungan antara unsur-unsur kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas bagi pembaca atau pendengar. Pemusatan perhatian tercapai dengan cara penempatan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat. Sedangkan keringkasan akan tampak jika ada penghematan dalam pemakaian kata, sehingga kata yang mubazir yang merupakan pemborosan kata disingkirkan.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif harus memperhatikan hubungan antara unsur dalam kalimat, yaitu harus ada kepaduan, keutuhan, kejelasan dalam memilih kata, serta sesuai dengan situasi dan kondisi bahasa itu dipergunakan.


F. Hubungan Sinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif
Jika dikaitkan dengan kegiatan mengarang ataupun penataan gaya bahasa dalam ujaran. Sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa kata yang lebih sesuai dengan konteks tanpa harus mengubah gagasan, (2) mengadakan variasi dalam pemakaian kosa kata, sehingga ujaran maupun karangan yang ditampilkan menjadi lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab dengan penanggap, dan (4) membuka peluang yang lebih memberikan kesan akademis maupun professional (Aminuddin, 1988: 119).
Sehubungan dengan itu Kridalaksana (195: 5) mengatakan bahwa kata-kata bersinonim sangat bermanfaat untuk (1)  mengembangkan kekayaan kata, (2) mencari ungkapan-ungkapan untuk konsep-konsep tertentu, (3) menulis makna yang cocok untuk konteks-konteks tertentu, dan (4) membuat karangan dengan baik dan menghindarkan pengulangan-pengulangan kata serta menyusun artikel dalam komposisi.
Dapat disimpulkan bahwa sinonim tidak hanya menolong untuk menyampaikan gagsan-gagasan umum, tetapi juga menunjukan perbedaan-perbedaan yang tepat antar makna kata.  Untuk menelaah suatu kata, sinonim merupakan sarana yang praktis. Dengan bentuk  yang  bervariasi, sinonim mampu memberikan penilaian secara efektif. Misalnya untuk menjelaskan kata stabil tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar pengertiannya, namun cukup mengambil sinonimnya saja seperti mantap, kukuh, tetap, dan sebagainya. Cara tersebut sudah mampu membuat kata-kata yang dimaksud menjadi komunikatif.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian
Metode penelitian meruapakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk mengkaji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu (Surakhmad, 1990: 131).
Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Pemilihan metode tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa metode deskriptif menekankan pada pendeskripsian data atau menganalisis masalah saat ini (Surakhmad, 1990: 140). Metode ini bertujuan mengumpulkan data, menyusun data, menganalisis data, dan mengintepretasi data, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengetahuai gambaran obyektif tentang penguasaan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas ……………………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003.

B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah sejumlah individu atau penduduk yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 1986: 220). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa …………………………………. Tahun pelajaran 2002/2003.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sejumlah penduduk atau individu yang jumlahnya kurang dari jumlah anggota populasi dan juga mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkususan (Hadi, 1986: 221). Sampel merupakan bagian dari populasi dan dipandang sebagai wakil seluruh anggota populasi.
Berapa ukuran besar suatu sampel tidak dapat ditentukan secara mutlak. Semakin homogen, individu yang terdapat dala populasi semakin tidak ada persoalan dalam menentukan sampel (Hadi, 1986: 74). Dalam penelitin ini yang dijadikan sampel penelitian adalah semua siswa kelas ……………………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003.

C. Sumber Data dan Instrumen Penelitian
1. Sumber Data Penelitian
Data penelitian adalah data yang diperoleh selama melaksanakan penelitian. Adapun jenis data penelitian ini ada dua macam, yaitu data utama dan data pelengkap. Data utama adalah data yang langsung berhubungan dengan analisis untuk menguji hipotesis. Sedangkan data pelengkap adalah data yang tidak langsung berhubungan dengan analisis untuk menguji hipotesis. Data ini merupakan pelengkap yang berguna untuk memperkuat suatu pengajuan hipotesis. Wujud data pelengkap ini adalah sejumlah jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan angket yang diberikan kepadanya. Dengan data tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kehomogenan sampel, jika berdasarkan data tersebut ada anggota sampel yang tidak homogen ia akan dikeluarkan dari sampel.
Sesuai dengan tujuan penelitian dan unit instrument yang telah ditetapkan, data penelitian yang digunakan adalah data utama yang berupa (1) penguasaaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.
2. Instrumen Penelitian
Bentuk instrument penelitian tentang penguasaan kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, ini tes objektif berupa tes pilihan ganda (Multiple choice) sebanyak 30 item yang meliputi  (1) penguasaaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan distribusinya. Bentuk tes ini dipergunakan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
a. Jawaban tes sudah mutlak, sehingga subjektivitas penilaian atau pemeriksaan tidak berpengaruh waktu penelitian berlangsung.
b. Mudah dalam mengoreksi, sebab telah tersedia kunci jawaban yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
c. Tes bentuk ini dapat merangkum materi tes secara terperinci (Sudjana, 1989: 269).
d. Dapat dikoreksi oleh siapapun , dan kapan pun , juga hasilnya akan sama (Nurkancana, 1986: 28).
Dalam bentuk tes ini penulis menyaiapkan 4 alternatif jawaan soal nomor 1 sampai nomor 30. hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi dan menghindari kemungkinan siswa menebak-nebak dalam menjawab soal yang diberikan. Disamping itu, pemberian alternative tersebut berdasarkan asumsi bahwa siswa kelas ……………………………………………. Tahun pelajaran 2002/2003, sudah terbiasa menghadapi tes obyektif pilihan ganda.
Bahan instrument yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia ini, didapat dari kamus atau daftar kata, dan sejumlah literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahan pada literatur yang akan diujicobakan diteliti terlebih dahulu, kemudian setelah digunakan dalam ujicoba direvisi untuk disempurnakan.
3. Penyusunan Instrumen Penelitian
Penyusunan Instrumen penelitian harus disesuaikan dengan rumus yang ada dalam perumusan tujuan. Perumusan instrument dapat dilihat pada table 1.


Table 1.
Instrumen Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat Efetif
No Materi Tes Bentuk Tes Nomor Soal Jumlah Item
1

2
3 Penguasaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim
Penguasaan perbedaan nilai rasa kata-kata bersinonim
Penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim Pilihan Ganda


Pilihan Ganda


Pilihan Ganda 1, 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28

2, 5, 8, 11, 14, 17, 20, 23, 26, 29

3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30 10



10


10
Jumlah 30

4. Uji Coba Instrumen
Untuk menguji keakuratan dalam menjaring data, maka instrument penelitian ini perlu diujicobakan terlebih dahulu. Untuk keperluan ujicoba ini, penulis memilih siswa kelas ……………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 dijadikan sampel ujicoba, dengan jumlah murid 24 siswa.
Ujiacoba instrument penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2003, dan dilakukan hanya sekali. Hal ini berdasarkan pertimbangan terbatasnya tenaga dan waktu bagi penulis. Secara umum ujicoba ini dimaksudkan untuk memperoleh (1) validitas, (2) reliabilitas, (3) derajad kesukaran, dan (4) daya beda instrument.
a. Validitas Instrumen
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur secara tepat (Nurkancana, 1986: 12).
Pengertian dari validitas ini dla dilihat dari beberapa aspek.
- Validitas ramalan, yaitu ketepatan suatu alat ukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan presasi yang dicapai.
- Validitas bandingan, yaitu ketepatan suatu tes dilihat dari hubungan terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara riil.
- Validitas sususan, yaitu ketepatan susunan tes yang sesuai dengan syarat-syarat penyusunan tes yang baik.
- Validitas isi, yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari tes tersebut, maksudnya dari tes itu.
Dalam penelitian ini validitas tes yang dicapai didasarkan pada validitas isi dan susunan. Jika ditinjau dari kedua validitas di atas, maka penelitian ini sudah sesuai. Penelitian ini memilih validitas isi, karena materi yang dituangkan dlam instrument sudah mampu mewakili bahan-bahan yang telah diberikan. Juga sudah memenuhi validitas susunan, karena penyusun instrument didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
- Tes obyektif hendaknya didahului petunjuk tentang cara mengerjakannya.
- Istilah dan susunan kalimatnya yang digunakan sesuai dengan tingkat dan usia siswa.
- Setiap pertanyaan mempunyai satu macam penafsiran.
- Urutan jawaban yang betul tidak mengikuti pola-pola yang tepat.


b. Reliabilitas Instrumen
Suatu tes dapat dikatakan reliable apabila tes tersebut menunjukkan hasil-hasil yang mantap (Nurancana, 1986: 131). Dari redaksi yang berbeda mempunyai pendapat yang sama, yaitu bahwa suatu tes dikatakan reliabel apabila hasil pengukurannya mantap (Joni, 1984: 36). Antara validitas dan reliable sebenarnya ada hubungannya, yaitu bahwa untuk memenuhi syarat validitas, suatu tes harus reliable dulu. Oleh karena itu reliable suatu tes tidak pelu diragukan apabila tes tersebut benar-benar sudah valid, pasti reliable. Akan tatapi sutu yang relaiabel tidak pasti selalu valid. (Joni, 1984: 39).
c. Derajad Kesukaran dan Daya Beda Instrumen
Suatu tes dikatakan memenuhi persyarakat tingkat atau derajat kesukaran apabila tes tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Suatu item yang terlalu mudah, sehingga data dijawab dengan benar oleh semua siswa, bukanlah merupakan item yang baik. Sebaliknya sebuah item yang terlalu sukar, sehingga tidak dijawab dengan benar oleh siswa, juga bukan merupakan item yang baik. Intuk mencari derajat kesukaran suatu item dapat dilakukan dengan jalan mengadakan analisis item-itemnya. Untuk mencari tingkat ata derajat kesukaran setiap item dapat dicari dengan rumus:

Keterangan :
DK : Derajad Kesukaran
WL : Jumlah individu kelompok bawah (KB)
WH : Jumlah Individu kelompok atas (KA)
NL : Jumlah kelompok bawah
WL : Jumlah Kelompok atas
WL ini diambil 27 % dari jumlah individu kelompok bawah yang tidak menjawab atau menajawab salah pada item tertentu. Sedangkan WH diambil 27% daru jumlah individu kelompok atas yang menjawab salah atau tidak menjawab pada item tertentu. Berpijak pada kriteria tersebut, dari jumlah lembar jawaban siswa ujicoba sebanyak 24 siswa, dapat ditentukan jumlah kelompok atas dan kelompok bawah seperti berikut:
Jumlah kelompok atas 27% X 24 = 6,48 siswa, dibulatkan menjadi 7.
Demikian pula kelompok bawah, jumlahnya sama yaitu 7 siswa. Suatu item dapat dikatakan baik apabila memiliki tingkat kesukaran yang bergerak antara 25% - 75%. Item yang mempunyai derajad kesukaran di bawah 25% berarti item tersebut telalu mudah. Sedangkan itum yang memiliki tingkat derajad kesukaran di atas 75% berarti item tersebut terlalu sukar.  Disamping mencari derajad kesukaran, suatu tes juga dimaksudkan untuk memisahkan antara murid-murid yang belajar maka item yang baik adalah item yang benar-benar dapat memisahkan kedua golongan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan yang bodoh. Untuk mencari perbedaan antara keduanya, maka perludicari daya bedanya. Untuk mencari daya beda dapat dicari dengan rumus:
 
Keterangan:
DB : Daya beda
WL : Jumlah individu kelompok bawah (KB)
WH : Jumlah individu kelompok atas  (KA)
N : Jumlah individu kelompok bawah atau atas.
Suatu item dapat dikatakan ideal apabila item tersebut memilikidaya beda 0,40 ke atas. Namun untuk ulangan-ulangan harisan, masih dapat ditolerir daya beda sebesar 0,20 (Nurkancana, 1986: 134-140). Berdasarkan kriteria di atas, hasil ujicoba instrument dapat ditabulasikan seperti berikut:
Table 2.
Hasil Ujicoba Instrumen Penelitian BerdasarkanDerajat Kesukaran
(DK) dan Daya Beda (DB)
Kriteria DB/DK Nomor Item Keterangan
0,20 2, 20, 25, 27 Revisi
020 – 0,40 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 23, 28, 29 -
0,40 1, 3, 4, 8, 16, 17, 21, 22, 24, 30 -
25% - -
25% - 75% 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30. -
75% 7, 12, 15. Revisi

Demikian uji coba instrument penelitian penguasaan kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Dengan demikian pertanyaan nomor 2, 7, 12, 15, 20, 25, 27 direvisi seperlunya. Revisi item-item tersebut diprioritaskan pada rumusan soal dan distrkator (jawaban pengecoh).

D.  Teknik Penelitian
Pada bagian depan telah dijelaskan, bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data utama, berdasarkan hal itu, data utama dikumpulkan dengan mempergunakan metode pemberian tugas atau tes kepada siswa sampel. Tes dilakukan setelah instrumen penelitian diujicobakan dan disempurnakan. Dalam hal ini, penyempurnaan soal tidak mengalami pengurangan jumlah item, tetapi hanya memperbaiki tes yang kurang efektif dan tidak komunikatif, jumlah soal tetap 30 item.
1. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2003 di ………………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003. Dalam pengambilan data ini penulis menggunakan metode pemberian tugas atua tes. Tes yang digunakan adalah tes objektif pilihan ganda, dengan jumlah item 30 soal dan diikuti oleh 24 siswa.
2. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi lima langkah, yaitu penyeleksian data, pemberian skor, menganalisis data ntuk menguji hipotesis peram, menganalisi datu untuk menguji hipotesis ketiga. Kelima langkah, yaitu penyeleksian data, pemberian skor, menganilisis data untuk menguji hipotesis pertama, menganalisis data untuk menguji hipotesis ketiga. Kelima langkah tersubut dapat dijabarkan secara rinci seperti berikut:
a. Penyeleksian Data
Sebelum melaksanakan penganalisisan, terlebih dahulu diadakan penyeleksian data yang telah terkumpul, guna mendapatkan data yang valid. Data yang ada dinilai cukup valid, sebab mengikuti kriteria yang dimaksud adalah (1) kelengkapan identitas siswa, seperti nama, kelas, nomor presensi, dan nomor soal, (2) keseuaian jawaban soal dengan petunjuk yang diberikan, (3) kesungguhan dalam mengerjakan soal, serta (4) kelengkapan jawaban yang diberikan.
b. Pemberian Skor
Setelah jawaban dikoreksi dan dinilai peneliti yang dibantu oleh penilai lain, kemudian dicari skor kumulatifnya. Melalui langkah ini diperoleh data kuantitatif berupa skor mentah setiap siswa sampel. Dalam pemerian skor mentah setiap jawaban hasil tes, menurut Wayan Nurkancana bahwa penskoran tes objektif pilihan ganda (multiple choice) setiap jawaban yang benar diberi skor 3 dan untuk jawaban yang salah diberi skor 0, total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal (Nurkancana, 1986: 80).
Pemberian skor ini didasari pemikiran bahwa untuk tes unit I dan II merupakan unit tes objektif pilihan ganda. Oleh karena itu, hasilnya disesuaikan dengan aturan penentuan skor yang ada.
c. Menganilisis Data Untuk Menguji Hipotesis Pertama
Untuk menguji hipotesis pertama yang berbunyi “Siswa kelas …………………………………………….Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengubah skor mentah menjadi skor standar
Mengingat bahwa diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna atau dipergunakan untuk dasar perbaikan proses belajar-mengajar, maka norma yang digunakan adalah norma absolute. Norma absolute adalah norma yang ditetapkan secara mutlak (Nurkancana, 1983: 78). Nilai standar yang diperoleh siswa akan mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru. Skala yang dipergunakan dalam norma absolute itu adalah “0 – 10”. Adapun prosedurnya seperti berikut:
a) Mencari skor maksimal ideal (SMI) daripada tes yang diberikan. Skor maksimal ideal adalah skor yang mungkin dicapai apabila semua item dapat dijawab dengan benar. Skor masimal ideal dicari dengan jalan menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot masing-masing item.
Penentuan tes adalah sebagai berikut:
- Setiap butir soal true false bobot nilainya 1.
- Setiap butir soal mulitpel choice bobot niloainya 3.
- Setiap butit soal matching bobot nilainya 2.
- Setiap butir soal essay bobot nilainya 5.
Oleh karena data penelitian ini berupa tes obyektif pilihan ganda (multiple choice), maka setiap butir soal bobot nialinya 3. (Nurkancana, 1986: 80).
2) Mencari rata-rata ideal (MI) dengan rumus:
MI = ½ SMi
3) Mencari Standar deviasi ideal (Sdi) dengan rumus:
SDi = ⅓ Mi
4) Menyusun pedoman konversi skala “0 – 10” dengan ketentuan sebagai berikut:
Mi  + 2,25  SDi ------ 10
Mi  + 1,75  SDi ------ 9
Mi  + 1,25  SDi ------ 8
Mi  + 0,75  SDi ------ 7
Mi  + 0,25  SDi ------ 6
Mi  -  0,25  SDi ------ 5
Mi  -  0,75  SDi ------ 4
Mi  -  1,25  SDi ------ 3
Mi  -  1,75  SDi ------ 2
Mi  -  2,25  SDi ------ 1
                                       ------ 0  (Nurkancana, 1986: 84-85).
d. Mengkualifikasi Keberhasilan siswa dengan mempersentasikan pengikut tes yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 dan kurang dari 6 (6 > dan < 6), dengan cara menghitung distribusi frekuensi. Perhitungan distribusi frekuensi adalah kegiatan penganalisisan lebih lanjut mengenai data yang telah diperoleh dari skorsing. Langkah perhitungan distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:
1) Menghitung frekuensi jawaban benar yang ditandai (f) dan persentase frekuensi jawaban benar yang ditandai (f%) dengan rumus:

f% : Persentase frekuensi
f : Jumlah jawaban benar
n : Jumlah peserta.
2) Menghitung frekuensi meningkat yangditandai (cf) dan persentase meningkat yang ditandai (cf%) yaitu dengan cara menjumlahkan f% dari atas urut ke bawah. Hasil frekuensi meningkat (cf) dan persentase meningkat (cf%) akan digunakan untuk menyusun ogive.
3) Menguji hipotesis sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria pengkualifikasian itu dapat ditetapkan sebagai berikut. Siswa kelas …………………………………………….Tahun pelajaran 2002/2003 mampu mengusai (1) perbedaan makna dasar makna tambahan, (2) perbedaan makna emotif, dan (3) perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, dapat dikategorikan;
- baik, jika lebih 60 %  siswa sampel mendapat nilai 6 keatas
- sedang, jika kurang ari 60%, tetapi lebih dari 50% siswa sampel mendapta nilai 6, dan
- kurang, jika kurang dari 50% siswa sampel mendapat nilai kurang dari 6.
4) Menganalisa data untuk menguji hipotesis kedua. Langkah-langkah untuk menguji hipotesis kedua, yang berbunyi, “Siswa kelas VI SDN 2 Singgahan Kec. Pulung Kab. Ponorogo Tahun pelajaran 2002/2003 mammpumenguasai nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif” sama dengan langkah-langkah analisis untuk menguji hipotesis pertama. Karena itulah pada bagin ini tidak diuraikan lagi.
5) Menganalisis data untuk menguji hipotesis ketiga langkah-langkah untuk menguji hipotesis ketiga, yang berbunyi “Siswa kelas …………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, sama dengan langkah-langkah analisis untuk menguji hipotesis pertama dan kedua.

BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan hasil penelitian yang diperoleh berupa (1) pengusaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan disribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas VI SDN 2 Singgahan Kec. Pulung Kab. Ponorogo Tahun pelajaran 2002/2003.
Dibawah ini akan dipaparkan hasil penelitian tersebut satu persatu.
1. Penguasaan Perbedaan Makna Dasar dan Makna Tambahan
Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) = 90, nilai rata-rata ideal (MI) = 45, dan standard deviasi dimasukkan ke dalam table konversi pengubahan skor mentahmenjadi nilai skala “0 – 10”.
Dari table itu dapat diketahui bahwa:
- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25
- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75
- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25
- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75
- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25
- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75
- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25
- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75
- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25
- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75
- Nilai 0 berada pada skala angka      0 – 11,25
Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 3.
Distribusi Frekuensi Nilai Perbedaan Makna Dasar dan Makna Tambahan

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. dengan demikian, dapat diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 21 siswa dengan presentase 87,5% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 3 siswa dengan persentase 12,5%.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan bahwa penguasaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalm menyusun kalimat efektif siswa kelas …………………………………………………Tahun pelajaran 2002/2003 termasuk kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Table 4.
Perhitungan Jumlah Siswa yang Memperoleh Nilai Perbedaan Makna Dasar dan Makna Tambahan ≥ 6 dan
Pada bagian pendahuluan telah ditetapkan kriteria penguji hipotesis pertama, yakni “Siswa kelas …………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 “Mampu mengusai perbedaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penguasaan siswa untuk aspek-aspek tersebut termasuk kategori baik.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau lebih sebanyak 21 siswa dengan persentase  87,5%, sedangkah kriteria yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah jika lebih 60%  siswa sampel mendapatkan nilai 6 ke atas termasuk kategori baik. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi “Siswa kelas ………………………………..Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, dapat diterima.
2. Penguasaan Perbedaan Nilai Rasa
Data tentang penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) = 90, nilai rata-rata ideal           (Mi) = 45, dan standar deviasi ideal (SDi) = 15. Selanjutnya mean dan standar deviasi dimasukkan kedalam table konversi pengubahan skor mentah menjadi nilai skala “0 – 10”. Dari table tersebut dapat diketahui bahwa:
- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25
- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75
- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25
- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75
- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25
- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75
- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25
- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75
- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25
- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75
- Nilai 0 berada pada skala angka      0 – 11,25
Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu hrus diketahui frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 5.
Distribusi Frekuensi Penguasaan Perbedaan Nilai Rasa
Jumlah Item Nilai Frekuensi Frekuensi Meningkat

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. Dengan demikian, dapat diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 19 siswa dengan perentase 79,17% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 5 siswa dengan persentase 20,83%.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan bahwa penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas ……………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 termasuk kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Table 6.
Perhitungan Jumlah Siswa yang Memperoleh Nilai Penguasaan Perbedaan Nilai Rasa ≥ 6 dan < 6
Nilai > 6 Nilai < 6

Pada bagian pendahuluan telah ditetapkan kriteria penguji hipotesis kedua, yakni “Siswa kelas …………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 Mampu mengusai perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penguasaan siswa untuk aspek-aspek tersebut termasuk kategori baik.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau lebih sebanyak 18 siswa dengan persentase 75,00%, sedangkah kriteria yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah jika lebih 60%  siswa sampel mendapatkan nilai 6 ke atas termasuk kategori baik. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi “Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, dapat diterima.
3. Penguasaan Perbedaan Distribusi Kata Bersinonim
Data tentang penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dari sampel 46 siswa. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) = 90, nilai rata-rata ideal (Mi) = 45, dan standar deviasi dimasukkan ke dalam table konversi penghubung skor mentah menjadi nilai skala “ 0 – 10”. Dari table itu dapat diketahui bahwa:
- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25
- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75
- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25
- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75
- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25
- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75
- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25
- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75
- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25
- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75
- Nilai 0 berada pada skala angka      0 – 11,25
Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 7.
Distribusi Frekuensi Nilai Penguasaan Perbedaan Distribusinya
Jumlah Item Nilai Frekuensi Frekuensi Meningkat

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 6. Dengan demikian, dapat diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 18 siswa dengan presentase 75,00% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 6 siswa dengan persentase 25,00%.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan bahwa penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas .Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, dapat diterima.

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasaran hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat diperoleh gambaran bahwa dari ketiga hipotesis yang diusulkan, dapat dibuktikan. Hal ini terlihat pada kesimpulan hasil penelitian berikut ini.
1. Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003 menguasai perbedaan makna dasar dan makna tambahan kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasan perbedaan makna dasar dan makna tambahan diketahui bahwa persentase pengikut tes yang terdapat nilai lebih dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 87,50%. Dengan demikian, hipotisis yang berbunyi “Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan makna dasar dan makna tambahan diterima, karena anak yang mendapat nilai 6 lebih dari 60%. Sesuai dengan pedoman penilai dari edaran Depdikbud.
2. Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003 mampu mengusai perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif) diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 79,17%. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi, “siswa kelas .Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan nilai rasa (makna emotif)”, diterima.
3. Siswa kelas…………………… Tahun pelajaran 2002/2003 mampu mengusai perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasaan perbedaan distribusi diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 75,00%. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi, “Siswa kelas ……………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan distribusi”, diterima.

B. Saran-saran
1. Bagi Peneliti
Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan pengajaran sebagian besar mengandalkan hasil penelitian dan menyimpulkan berdasarkan instrumen. Padahal instrument yang dihadirkan tidak selamanya mampu menghasilkn atau menjamin kevalidan hasil yang diperoleh. Sehubungan dengan itu, diharapkan penelitian lebih lanjut mempertimbangkan (1) bentuk instrument, (2) isi instrument, dan (3) teknik penyusunan yang mampu menjaring variable masalah yang diharapkan. Selain itu perlu pula melakukan penjajakan dan obervasi secara intensif terhadap objek penelitian. Dengan langkah dan pertimbangan tersebut, maka hasil yang objektif, mendalam dan menyeluruh akan tercapai serta terjawa.
2. Bagi Guru
Berdasarkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru. Sehigga dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.
3. Bagi Lembaga
Lembaga pendidikan merupakan prasarana yang menentukan keberhasilan siswa dalam menempuh studinya. Untuk itu lembaga pendidikan hendaknya menyediakan perpustakaan dengan judul buku yang memadai khususnya buku-buku yang berkaitan dengan sinonim dalam menyusun kalimat efektif.
Dengan saran ini dengan tujuan ikut memberi sumbangan pemikiran terhadap peningkatan mata pelajaran bahasa Indonesia umumnya dan penguasaan sinonim khususnya. Selain itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 1998. Semantik: Pengantar Srutdi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research. Jilid I.  Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
-----------------. 1984. Metodologi Research. Jilid II.  Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
-----------------. 1984. Metodologi Research. Jilid III.  Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
-----------------. 1986. Statistik 2.  Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores. Nusa Indah.
-----------------. 1989. Komposisi. Ende Flores. Nusa Indah.
-----------------. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende Flores. Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimukti. 1975. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah
----------------, 1992. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta.Edumedia
Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
----------------. 1982.  Evalusi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Poerwadarminta. W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Razak, Abdul. 1990. Kalimat Efektif Struktur Gaya dan Variasi. Jakarta. Gramedia.
Soedjito. 1988. Kalimat Efetif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
---------------. 1989. Sinonim. Bandung: Sinar Baru.
Surakhmad, Winarno. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Dapatkan file secara lengkap berupa pengaturan, gambar, tabel dan lain-lain dalam format microsoft word (.doc) pada link dibawah ini !!


Comments