Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Geografi Dengan Menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa

June 23, 2018
Berikut ini kami bagikan file  Laporan Penelitian Tindakan Kelas judul Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Geografi Dengan Menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw  Pada Siswa. Seperti apa bentuk dan isinya?


Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Geografi Dengan Menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw  Pada Siswa
Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Geografi Dengan Menerapkan
 Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw  Pada Siswa


UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR
GEOGRAFI DENGAN MENERAPKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW  PADA
SISWA KELAS …………………………………
KABUPATEN ………………………
TAHUN ……………






KARYA ILMIAH





OLEH
………………………………………
NIP: …………………


DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN ……………………..
………………………………………………………..

HALAMAN PENGESAHAN


KARYA ILMIAH
BERJUDUL:

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI DENGAN MENERAPKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW  PADA SISWA …………………………….
…………………………………………………………
TAHUN ………………..

OLEH:

…………………………………..
NIP: …………………..

TELAH DISETUJUI,

Kepala Dinas Pendidikan Ketua PGRI
Kabupaten ……………….. Kabupaten …………………



………………………  ………………………
NIP: ………………… NPA:…………………

KATA PENGANTAR


Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya.
Karya ilmiah yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi Dengan Menerapkan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw  Pada Siswa Kelas …………………………… Tahun …………….ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan profesi guru dari ……...
Dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ………………
2. Yth. Ketua PD II PGRI Kabupaten ………………………
3. Yth. Rekan-rekan Guru …………………………………..
4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penelitian ini dan demi penelitian yang akan datang.


………, Maret, 2007

Peneliti

ABSTRAK

……………., Bambang, 2004. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi  Dengan Menerapkan Metode Pembelajran Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah Dasar

Kata Kunci: pengetahuan sosial, pembelajaran kooperatif model jigsaw

Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan taanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Geografi ? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Geografi  dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw terhadap hasil belajar Geografi . (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Geografi  setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa Kelas ……………………………………………...
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas ……………………………………………. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29).
Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ………………………………………….. serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Geografi .

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar  Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Ruang Lingkup Penelitian
F. Definisi Operasional Variabel
G. Batasan Masalah
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar Geografi 
B. Pengajaran Kooperatif
C. Model Jigsaw
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian
B. Rancangan Penelitian
C. Instrumen Penelitian
D. Metode Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Item Butir Soal
B. Analisis Data Penelitian Persiklus
C. Pembahasan


BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan akan didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya  sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.
Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan taanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi  Dengan Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah
Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran kooperatif model jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Geografi  siswa kelas ………………………………u Tahun Pelajaran 2004/2005?
2. Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Geografi  dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa Kelas …………………………………………. Tahun Pelajaran 2004/2005?

C. Tujuan Penelitian
Berdasar atas rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw terhadap hasil belajar Geografi  siswa kelas ……………………………….. Tahun 2004/2005.
2. Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Geografi  setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa Kelas …………………………………………….

D. Ruang Lingkup Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas ………………., sedangkan sebagai sampel penelitian adalah siswa ……………. yang berjumlah …….. siswa.


E. Manfaat Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar Geografi  oleh guru ……………………………………...
2. Sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Geografi .
3. Guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
4. Siswa, dapat meningkatkan motiviasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.
5. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru Geografi  dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Geografi .
6. Sumbangan pemikiran bagi guru Geografi  dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar Geografi .

F. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengajaran Kooperatif adalah:
Suatu pendekatan pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama.
2. Motivasi belajar adalah:
Dorongan dan kemauan belajar yang dinyatakan dalam nilai atau skor yang setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

G. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa-siswa Kelas ………………………………tahun pelajaran 2004/2005.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2004/2005.
3. Materi yang disampaikan adalah pada pokok bahasan ………………………

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A. Hasil Belajar Geografi
1. Pengertian
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995: 787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pebelajar.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
Foktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
- Adanya keinginan untuk tahu
- Agar mendapatkan simpati dari orang lain.
- Untuk memperbaiki kegagalan
- Untuk mendapatkan rasa aman.

b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1) Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagi cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dlam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya.
Menurut hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam mencampuri belajar anak, tidak akan masuk terlalu dalam.
Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar.
Dalam kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Guru Jawa Timur (1989: 8) menyebutkan, “Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan anak, misalnya anak ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak.
2) Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3) Faktor yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.
Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Minat
Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan hasilnya baik. Masalahnya adalah bagainama seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/ pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lain-lain.
2) Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya seserorang. Orang pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekalah (Sumadi, 1989: 11).
3) Bakat
Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud (Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 1989: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.
4) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Dengan memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalih gunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang.

B. Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.
Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)
a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan.  Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukan sebagai berikut ini.
a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada 4 pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
2) Bagimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Geografi  berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
3) Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada 3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a) Berdasarkan metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.
b) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik heterogen.
c) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.
3. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
4. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
b. Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
c. Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.
5. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti\, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
6. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari freustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
b. Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
c. Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.
d. Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.
7. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujaun dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut.
a. Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.
b. Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
8. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
9. Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.
10. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan belajar guruhendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
11. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sereing memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
b. Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
c. Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
d. Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
e. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.
f. Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.
g. Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
12. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
13. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
14. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
15. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar mereka.
16. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.
17. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.

C. Model Jigsaw
Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode Jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari atau enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Pada anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu desebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya, para pakar siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompoknya semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw versi Slavin. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997;8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) Simultan terintegrasi, dan (d) administrasi sosial eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk penelitian kolaboratif dengan guru bidang studi dan di dalam proses belajar mengajar di kelas yang bertindak sebagai pengajar adalah guru bidang studi sedangkan peneliti bertindak sebagai pengamat, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah pengamat (peneliti). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana peneliti secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti bekerjasama dengan guru bidang studi, kehadiran peneliti sebagai peneliti di kelas sebagai pengamat diberitahukan kepada siswa. Dengan cara ini diharapkan adanya kerjasama dari seluruh siswa dan bisa mendapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yaitu penelitian yang mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart, (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah terbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ……………………………… tahun pelajaran 2003/2004.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari semester genap tahun pelajaran 2003/2004.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas ………………………… tahun pelajaran 2003/2004 pada pokok bahasan dinamika perubahan litosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.

B. Rancangan Penelitian
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi 2003:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakannya nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arikunto, Suharsimi, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharismi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:





























Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur diatas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrument penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran dengan Model Jigsaw.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.
4. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran dengan metode Model Jigsaw  , untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.



5. Tes Formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Geografi pokok bahasan dinamika perubahan litosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 44 soal yang telah  diuji coba, kemudian penulis mengadakan analisis butir sosial
Tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada setiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat  yang digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah  analisi butir soal adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Validitas butir soal atau validitas item yang digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:
rxy = (Arikunto, Suharsimi 2001:72)
Dengan rxy : Koefisien korelasi product moment
N : Jumlah peserta tes
Y : Jumlah skor total
X : Jumlah skor butir soal
X2 : Jumlah kuadrat skor butir soal
XY : Jumlah hasil kali skor butir soal
b. Reliabilitas
Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:
rII¬ =  (Arikunto, Suharsimi, 2001:93)
Dengan rII : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
R1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Kriteria reliabilitas tes jika harga r11dari perhitungan lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.
c. Taraf kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya  suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah :
P :  (Arikunto, suharsimi, 2001:208)
Dengan  P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar      Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:
- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
- soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
- soal dengan P  = 1,000 sampai 1,000 adalah kemudahan
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang  berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
D = = PA – PB (Arikunto, Suharsimi, 2001:211)
Dimana :
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
PA : = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
PB :   = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:
- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah Jelek
- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik 

D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pembelajaran dengan metode Model Jigsaw  , observasi aktivitas siswa dan guru, serta tes formatif.

E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa  untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase  keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini di hitung dengan  menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan  atau tes formatif
peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada dikelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata  tes formatif dapat dirumuskan:

dengan  = Nilai rata-rata
= Jumlah semua nilai siswa
= Jumlah siswa

2. Untuk Ketuntasan Belajar
Ada kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud 1994), yaitu seseorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas tersebut tuntas belajar bila dikelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P =
3. Untuk lembar observasi
a. Lembar observasi pengolahan pembelajaran dengan metode Model Jigsaw
Untuk menghitung lembar observasi pengolahan pembelajaran dengan metode Model Jigsaw  digunakan rumus sebagai berikut:

dimana P1 = Pengamat 1
P2 = Pengamat  2
b. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa
Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut:
% = dengan
=
dimana % = Persentase pengamatan
  = Rata-rata
= Jumlah rata-rata
P1 = Pengamat 1
P2 = pengamat 2

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengolahan pembelajaran dengan menggunakan media charta, model dan LKS dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data  hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengolahan pembelajaran dengan menggunakan media charta, model dan LKS yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan belajar dengan media charta, model dan LKS dalam peningkatan prestasi.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan memberikan balikan.

A. Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan  pengambilan data melalui instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan  dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi;
1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai Instrumen dalam penelitian ini. Dari perhitungan 44 soal diperoleh 14 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal  dirangkum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan tidak Valid TesFormatif Siswa
Soal valid Soal Tidak Valid
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14, 19,21, 3,15,16,18,20,22,24,26,31,32,33,34
23,25,17,28,29,30,36,37,38,39,41,42,43,44 35,40

2. Reliabilitas
Soal-soal yang memenuhi syarat validitas diuji reliabitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11sebesar 0, 486. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N=45 dengan r (95%)= 0,294. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
3. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
- 20 Soal mudah
- 14 soal sedang
- 10 soal sedang
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Dari analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 14 soal, berkriteria cukup 22 soal, berkriteria banyak 8 soal. Dengan demikian soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.


B. Analisis data penelitian persiklus
1. Siklus I
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini penelitian mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga mempersiapkan lembar observasi pengolahan pembelajaran dengan Model Jigsaw  .
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2004 di kelas 1-2 dengan jumlah siswa 45 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengamat dengan dibantu oleh seorang guru, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah guru bidang studi Geografi. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif  I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:


No
Absen Nilai Keterangan No
Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 70 24 70
2 60 25 70
3 70 26 60
4 80 27 60
5 80 28 60
6 70 29 70
7 70 30 80
8 60 31 80
9 80 32 80
10 60 33 80
11 70 34 70
12 70 35 70
13 60 36 70
14 80 37 60
15 70 38 50
16 60 39 70
17 80 40 70
18 60 41 70
19 60 42 80
20 80 43 70
21 70 44 70
22 70 45 80
23 60 Jumlah 1540 17 5
Jumlah 1590 15 8
Skor maksimal Ideal 4500
Jumlah skor tercapai 3130
Skor Rata-rata69,55

Keterangan : T : Tuntas
    TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas    : 32
Jumlah siswa yang belum tuntas : 13
Klasikal : Belum tuntas


Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No Uraian Hasil siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 69,55
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar `32
3 Persentase ketuntasan belajar 71,11

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran diperoleh nilai rata-rata  prestasi belajar siswa adalah 69,55 dan ketuntasan belajar mencapai 71,11% atau ada 32 siswa dari 45 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai  65 hanya sebesar 71,55% lebih kecil dari presentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa banyak yang merasa asing dan bingung dengan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Tabel 4.4 Pengolahan Pembelajaran Pada Siklus I
No Aspek yang diamati Penilaian Rata-Rata 

I Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa 2 2 2
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2 2 2
B. Kegiatan inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah  kegiatan bersama siswa 3 3 3
2 Membimbing siswa melakukan kegiatan 3 3 3
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan dalam kelompok 3 3 3
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memprestasikan hasil pembelajaran 3 3 3
5. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan menemukan konsep 3 3 3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman 3 3 3
2. Memberikan evaluasi 3 3 3
II Pengolahan waktu 2 2 2
III Antusiasme kelas
1. Siswa antusias 2 2 2
2. Guru antusias 3 3 3
32 32 32

Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : tidak baik
2 : Kurang baik
3 : Cukup baik
4 : Baik
Berdasarkan tabel diatas aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang baik adalah motivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, pengolahan waktu, dan siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat penilaian kurang baik diatas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I. Dan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.5. Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus I
No Aktivitas Guru yang diamati Persentase
1 Menyampaikan tujuan 6,0
2 Memotivasi siswa 7,3
3 Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya 8,3
4 Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi 7,3
5 Menjelaskan materi yang sulit 13,3
6 Membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan LKS/ menemukan konsep 21,7
7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan 10,0
8 Memberikan umpan balik 18,3
9 Membimbing siswa merangakum pelajaran 7,7

No Aktivitas Guru Yang Diamati Persentase
1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 22,5
2 Membaca buku siswa/mengerjakan LKS 11,5
3 Bekerja dengan anggota kelompoknya 18,8
4 Diskusi antar siswa/antar siswa dengan guru 14,4
5 Menyajikan pembelajaran 2,9
6 Mengajukan/ menanggapi pertanyaan/ide 5,2
7 Menulis dengan releven dengan KBM 8,9
8 Merangkum pembelajaran 6,9
9 Mengerjakan tes evaluasi/latihan 8,9

  Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep yaitu 21,7%. Aktivitas lain yang persentase cukup besar adalah memberikan umpan balik/evaluasi/tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-masing  sebesar 18,3% dan 13,3% sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan/memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5%. Aktivitas lain persentasenya cukup besar adalah bekerja dengan anggota kelompok, diskusi antar siswa/antara siswa dan guru, dan mengerjakan LKS yaitu masing-masing 18,8% dan 11,5%.
Pada siklus 1, secara garis besar pembelajaran dengan metode pengajaran dan Model Jigsaw  sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam motivasi siswa dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
2) Guru kurang baik dalam pengolahan waktu.
3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.
d. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
30 Guru harus lebih terampil dan semangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2004 di kelas 1-2 dengan jumlah 45 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengamat dengan dibantu oleh seorang guru, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah guru bidang studi geografi. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak berulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
Absen Nilai
Keterangan No
Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 70 24 80
2 80 25 100
3 70 26 80
4 80 27 70
5 80 28 50
6 60 29 80
7 70 30 80
8 70 31 90
9 80 32 90
10 80 33 60
11 70 34 80
12 80 35 80
13 60 36 70
14 90 37 60
15 100 38 60
16 70 39 90
17 90 40 90
18 60 41 80
19 70 42 80
20 70 43 80
21 80 44 80
22 70 45 70
23 80 Jumlah 1700 18 4
Jumlah 1730 19 4
Skor Maksimal Ideal 4500
Jumlah Skor Tercapai 3430
Skor Rata-rata 76,22

      Keterangan: T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 37
Jumlah siswa yang belum tuntas : 8
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3 Nilai rata-rata tes Formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar 76,22
37
82,22

  Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76,22% dan ketuntasan belajar mencapai 82,22% atau ada 37 siswa dari 45 siswa yang sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami perikatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa-siswa telah mulai mengulang pelajaran yang sudah diterimanya selama ini sehingga para siswa sebagian sudah mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru.

Tabel 4.8. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II
No Aspek yang diamati Penilaian Rata-
Rata
P1 P2
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
     1. Memotivasi siswa
     2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3
3

3
3

3
3




I B. Kegiatan Inti
    1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama siswa.
    2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
    3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan dalam kelompok.
    4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
    5. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan menemukan konsep.
3

4

4

4

3
3

4

4

4

3
3

4

4

4

3
C. Penutup
     1. Membimbing siswa membuat rangkuman
     2. Memberikan evaluasi
3
4
3
4
3
4
II Pengolahan Waktu 3 3 2

III Antusiasme Kelas
       1. Siswa Antusias
       2. Guru Antusias
4
4
4
4
4
4
Jumlah 42 42 42
Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Dari tabel diatas, tampak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan metode pengajaran dengan Model Jigsaw  mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namun demikian penilaian tersebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pengajaran dengan metode Model Jigsaw  . Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, dan pengolahan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam penerapan metode pembelajaran apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang telah mereka lakukan.
Berikut disajikan hasil observasi aktivitas guru dan siswa
Tabel 4.9. Aktivitas Guru dan Siswa pada Siklus II
No Aktivitas Guru yang diamati Persentase
1 Menyampaikan tujuan 5,7
2 Memotivasi siswa 7,7
3 Mengaitkan dengan pelajaran berikutnya 6,7
4 Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi 10,7
5 Menjelaskan materi yang sulit 11,7
6 Membimbing dan mengambil siswa dalam mengerjakan LKS/menentukan konsep
25,0
7 Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan 8,2
8 Memberikan umpan balik 16,6
9 Membimbing siswa menerangkan pelajaran 6,7
No Aktivitas Siswa yang diamati Persentase
1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 17,9
2 Membaca buku siswa/mengerjakan LKS 12,1
3 Bekerja dengan anggota kelompoknya 21,8
4 Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru 13,8
5 Menyajikan hasil pembelajaran 4,6
6 Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide 5,4
7 Menulis yang relevan dengan KBM 7,7
8 Menerangkan pembelajaran 6,7
9 Mengerjakan tes evaluasi/latihan 10,8

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab (16,6%), menjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan anggota kelompoknya yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas siswa yang mengalami penurunan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,7%). Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan KBM (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan tes evaluasi/latihan (10,8%).
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapatan atau bertanya.
3) Guru harus lebih sadar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan / menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat belajar sesuai dengan yang diharapkan.
5. Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar

3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2004 di kelas 1-2 dengan jumlah siswa 45 siswa. Dalam hal ini penelitian bertindak sebagai pengamat dengan dibantu oleh seorang guru, sedangkan yang bertindak sebagai pengajar adalah guru bidang studi. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus ii tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
No Absen Nilai Keterangan No Absen Nilai Keterangan
T TT T TT
1 90 24 90
2 80 25 80
3 80 26 90
4 90 27 80
5 60 28 90
6 80 29 90
7 90 30 90
8 90 30 60
9 80 32 90
10 80 33 80
11 80 34 90
12 90 35 80
13 60 36 70
14 70 37 80
15 80 38 60
16 90 39 80
17 90 40 90
18 80 41 90
19 90 42 90
20 90 43 80
21 80 44 80
22 80 45 90
23 80 Jumlah 1820 20 2
Jumlah 1880 21 2
Skor maksimal ideal 4500
Jumlah skor tercapai 3700
Skor Rata-rata 82,22


Keterangan T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 41
Jumlah siswa yang belum tuntas : 4
Klasikal : Tuntas

Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III
1 Nilai rata-rata tes formatif 82,22
2. Jumlah siswa yang tuntas belajar 41
3. Persentase ketuntasan belajar 91,11

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 82,22 dan dari 45 siswa yang telah tuntas sebanyak 41 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebelum 91,11% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya usaha siswa untuk mempelajari kembali materi ajar yang telah disampaikan oleh guru.

Tabel 4.12 Pengolahan Pembelajaran Pada Siklus  III
No Aspek yang diamati Penilaian Rata-rata
P1 P2
1. Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa 3 3 4
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4 4 4
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama siswa 4 4 4
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan 4 4 4
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan dalam kelompok 4 4 4
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok 4 4 4
5. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan menentukan konsep 3 3 3
C. Penutup
1. Pembimbing siswa membuat rangkuman 4 4 4
2. Memberikan evaluasi 4 4 4
II Pengolahan waktu 3 3 3
III Antusiasme kelas
1. Siswa Antusias 4 4 4
2. Guru Antusias 4 4 4
Jumlah 44 44 44

Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3. : Cukup Baik
4. : Baik

Dari tabel diatas dapat dilihat aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan metode pengajaran dengan Model Jigsaw  mendapatkan penilaian cukup baik dari pengamatan adalah motivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan /menemukan konsep dan pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menetapkan metode pengajaran dengan Model Jigsaw  diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin.

Tabel 4.13 Aktivitas Guru dan Siswa pada Siklus III
No Aktivitas Guru yang diamati Persentase
1 Menyampaikan tujuan 6,7
2. Memotivasi siswa 6,7
3. Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya 10,7
4. Menyampaikan materi/langkah-langkah /strategi 13,7
5. Menjelaskan materi yang sulit 10,7
6. Membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan LKS/menemukan konsep 21,0
7. Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan 10,0
8. Memberikan umpan balik 11,7
9. Membimbing siswa merangkum pelajaran 10,0
No Aktivitas murid yang diamati Persentase
1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 20,8
2. Membaca buku siswa/mengerjakan LKS 13,1
3. Bekerja dengan anggota kelompoknya 22,1
4. Diskusi antar siswa/antar siswa dengan guru 15,0
5. Menyajikan hasil pembelajaran 2,9
6. Mengajukan/menanggapi pertanyaan /ide 4,2
7. Menulis yang releven dengan KBM 6,0
8. Merangkum pembelajaran 7,3
9. Mengajarkan tes evaluasi /latihan 8,5

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan LKS/menentukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi umpan balik/evaluasi /tanya jawab menurun masing-masing sebesar (10%) san (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%). Menyampaikan materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas yang tidak mengalami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus III adalah bekerja dengan anggota kelompoknya yaitu (22,1%) dan mendengarkan /memperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah pembaca buku siswa/mengerjakan LKS (13,1%) dan diskusi antar siswa/antar siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan aktivitas yang lainnya mengalami penurunan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penetapan pembelajaran. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4. Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 71,11%, 82,22% dan 91,11%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan peningkatannya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan pembelajaran dengan model Jigsaw siswa, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan  langkah-langkah pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul diantaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran, menjelaskan, memberikan umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil kegiatan pelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa setiap siklus, yaitu siklus I (71,11%), siklus II (82,22%), Siklus III (91,11%).
2. Penerapan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
3. Penerapan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran efektif untuk mengingatkan kembali materi ajar yang telah diterima siswa selama ini, sehingga mereka merasa siap untuk menghadapi ujian akhir yang segera akan dilaksanakan.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Geografi lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa makan disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran dengan model Jigsaw pada materi pelajaran proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan kegiatan penemuan, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di …………….. tahun pelajaran 2003/2004.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Wayan. 1980.Beberapa Metode Statistik Untuk Keperluan Penelitian Pendidikan. Malang : Swadaya.

Arikunto, Suharsimi. 1993.Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rieksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1989.Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen  Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Fakultas Tarbiyah IAIN Antasasi. Banjarmasin.

Djamrah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.

Combs. Arthur. W. 1984. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Bina Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Fakultas Tarbiyah IAIN Antasasi. Banjarmasin

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi  Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Hasibuan, J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Margono. 1997. Meteodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.

Sardiman. A. M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.

Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.

Soekmoto, toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta : Pau-PPAI, Universitas Terbuka.

Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi  Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Wetherington. H.C. and W. H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (terjemahan) Bandung : Jemmars.







Dapatkan file secara lengkap berupa pengaturan, gambar, tabel dan lain-lain dalam format microsoft word (.doc) pada link dibawah ini !!

Comments